Setelah Sita Pungli Rp 1,1 M di Kemenhub, Pemerintah Akan Awasi Pelayanan SIM, STNK, Tilang dan Lainya

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 14 Oct 2016
Setelah Sita Pungli Rp 1,1 M di Kemenhub, Pemerintah Akan Awasi Pelayanan SIM, STNK, Tilang dan Lainya

Bagaimana bisa negara kita di segani oleh negara lain sedangkan warga dan pemerintahnya sendiri melanggar hukum yang dibuat. Karena itu saat ini pemerintah berkomitmen untuk melakukan reformasi hukum secara menyeluruh agar rakyat terlindungi dan merasakan keadilan.

Praktik penyelenggaraan hukum di Indonesia yang belum sepenuhnya sesuai dengan cita-cita Indonesia sebagai negara hukum disadari penuh oleh Presiden Joko Widodo.

Selasa, (11/10/2016), Jokowi bersama dengan jajarannya menyelenggarakan rapat terbatas mengenai reformasi hukum. Rapat terbatas yang diselenggarakan di Kantor Presiden tersebut membicarakan komitmen pemerintah untuk mewujudkan kepastian hukum di Indonesia.

"Hukum masih dirasa cenderung tajam dan runcing ke bawah, tapi tumpul ke atas. Dalam indeks persepsi korupsi dunia tahun 2015, kita masih di urutan 88. Begitu pula dalam indeks rule of law 2015, kita di peringkat 52," terang Presiden di awal pengantarnya pada rapat terbatas, dikutip dari tribunnews.

Hal tersebut dirasa mengusik Presiden Joko Widodo. Menurutnya, bila ketidakpastian hukum tersebut dibiarkan begitu saja, maka dapat memunculkan ketidakpercayaan masyarakat pada hukum dan institusi-institusi penegak hukum itu sendiri.

"Hal ini tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh lagi terjadi. Apalagi di era kompetisi seperti sekarang ini, kepastian hukum merupakan suatu keharusan bagi sebuah negara agar mampu bersaing di tingkat regional," ujarnya.

Baca Juga : Sssst, Ini 5 Proyek Pemerintah yang Didominasi Para Pekerja China

Untuk itu, setidaknya terdapat tiga hal yang diinstruksikan oleh Presiden kepada jajarannya untuk melakukan reformasi hukum secara besar-besaran.

Pertama, penataan regulasi untuk menghasilkan regulasi hukum yang berkualitas. Presiden menekankan bahwa Indonesia ialah negara hukum, bukan negara undang-undang atau negara peraturan.

"Orientasi setiap kementerian dan lembaga seharusnya bukan lagi memproduksi peraturan sebanyak-banyaknya. Namun, harusnya menghasilkan peraturan yang berkualitas, yang melindungi rakyat dan tidak mempersulit rakyat tapi justru mempermudah rakyat, yang memberi keadilan bagi rakyat, serta yang tidak tumpang tindih satu dengan yang lain," jelas Presiden dilansir tribunnews.

Presiden menerangkan bahwa pemerintah akan memperbaikinya dengan paket-paket deregulasi yang akan terus dilakukan, karena selama ini peraturan-peraturan dinilai menyulitkan dan tumpang tindih satu sama lain. Serupa dengan yang telah dilakukan sebelumnya, pembatalan peraturan daerah yang bermasalah juga termasuk salah satu bentuk deregulasi yang dilakukan.

Tak dapat dipungkiri, sebaik-baiknya peraturan, tidak akan berjalan dengan optimal bila pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Inilah yang juga disadari oleh Presiden Joko Widodo.
Maka itu, institusi ataupun lembaga penegak hukum juga disentuh olehnya. Sebagai instruksinya yang kedua, Presiden meminta reformasi juga dilakukan di institusi kejaksaan, peradilan, kepolisian, dan juga di dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sendiri.

"Saya minta dilakukan pembenahan besar-besaran pada sentra-sentra pelayanan seperti imigrasi, Lapas, pelayanan SIM, STNK, BPKB, SKCK, termasuk juga yang berkaitan dengan perkara tilang. Pastikan tidak ada lagi praktik-praktik pungli. Saya akan terus mengawasi langsung perubahan di lapangan," tegasnya.

Tak ketinggalan, Presiden meminta agar kiprah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Tanah Air untuk didukung dan diperkuat. Sebab menurutnya, untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti korupsi, pelanggaran HAM, penyelundupan, dan lain sebagainya, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri.

Dibutuhkan keterlibatan dan kerja sama dari lembaga-lembaga lain seperti KPK yang menjadi salah satunya.

"KPK harus didukung dan diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kemandirian," jelasnya.

Lebih lanjut, selain menyentuh peraturan dan internal lembaga penegakan hukum, Presiden Joko Widodo juga menginginkan agar terbentuk kesadaran dan kepatuhan hukum di kalangan masyarakat. Oleh karenanya, aspek pembudayaan hukum disebutnya menjadi prioritas tersendiri dalam reformasi hukum yang hendak dilakukan.
Penguatan budaya hukum juga harus jadi prioritas di tengah maraknya sikap-sikap intoleransi, premanisme, tindak kekerasan, serta aksi main hakim sendiri.

Baca Juga : Jika Anda Lihat PNS Lakukan Pungli, Laporkan ke Salah Satu dari 4 Layanan Pemerintah Pusat ini

"Hukum akan betul-betul bisa ditegakkan bukan hanya karena aparat penegak hukum mampu bekerja secara profesional, tapi juga karena tumbuhnya kesadaran dan kepatuhan pada hukum dalam masyarakat," ujarnya sekaligus mengakhiri pengantar pada rapat terbatas tersebut.

Pada 22 September lalu, Jokowi mengundang sejumlah pakar dan praktisi hukum ke Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Presiden mendengarkan secara langsung masukan-masukan yang diberikan oleh para pakar dan praktisi demi penyelenggaraan penegakan hukum di Indonesia yang lebih baik.

Saat itu, di hadapan tamunya, Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmennya untuk menyelesaikan kasus-kasus masa lalu yang belum terselesaikan seperti misalnya kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap pejuang HAM Munir Said Thalib dan juga kasus kejahatan narkoba.

"Ini juga memerlukan sebuah tindakan dan penegakan hukum yang tegas," tegas Presiden kala itu.

Turut hadir dalam rapat terbatas siang hari ini di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius.

Semoga benar-benar terlaksana, karena pungutan liar di bawah pun sebenarnya sangat merugikan masyarakat. Dampak sosialnya adalah tak ada rasa hormat masyarakat kepada para penegak hukum. Mirisnya masyarakatpun akan pukul rata hal ini. Betul kata pepatah, karena nila setitik, rusak susu sebelenga. Satu dua oknum yang terlibat maka seluruh anggota disana akan di cap negatif.
SHARE ARTIKEL