Di Maroko Para Perempuan Dilecehkan Setiap Hari, Siapapun Mereka, Mereka Dianggap Seorang Pelacur!

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 11 Oct 2016
Di Maroko Para Perempuan Dilecehkan Setiap Hari, Siapapun Mereka, Mereka Dianggap Seorang Pelacur!

Ghizlane Ahblain, seorang wanita asal maroko beranggapan, kata "pelacur" selalu didengarnya di kota asalnya.

"Di Maroko, apa pun yang Anda lakukan, Anda seorang pelacur," kata Ghizlane.

"Jika memakai gincu, Anda seorang pelacur. Jika memakai penutup kepala, Anda seorang pelacur," tambahnya.

Ketidakpuasan disampaikan warga Maroko berumur 30 tahun tersebut saat dia duduk di teras sebuah kafe di Marrakesh tengah yang juga seorang pekerja di sebuah hotel.

BACA JUGA : Ini Ucapan Mario Teguh Jika Hasil Tes DNA Benar Membuktikan Kiswinar adalah Anak Kandungnya

Seperti umumnya perempuan di Maroko, Ghizlane alami pelecehan seksual setiap hari. Tapi, mulai beberapa tahun lalu, dia sedikit demi sedikit melakukan perlawanan.

Caranya adalah membesar-besarkan apa yang menjadi bahan pelecehan sehingga lebih sulit bagi pria untuk melecehkan wanita di jalan, entah itu secara fisik maupun perkataan.

Dia mendebat pria yang mengatakan, "Anda memiliki kaki yang bagus" atau berteriak maling ketika seseorang menyatakan komentar seksis di bank.

"Harus lebih banyak orang yang mengutuk tingkah laku seperti ini," katanya. "Pria di negara kami tidak mengetahui kapan harus berhenti."

Dengan gelar pascasarjana dan rok pendeknya, Ghizlane mengakui dia bukanlah perempuan Maroko pada umumnya. Namun, dia bukanlah satu-satunya orang yang menentang pelecehan seksual.

Di Rabat, ibu kota negara itu yang berada di pesisir pantai, BBC menunggu kedatangan Mo di stasiun pusat.

Dia berjalan di atas ubin yang mengilat, dengan rambut coklatnya yang lebat. Perbincangan kami agak canggung.

Dia mengatakan dirinya tidak terbiasa membicarakan hak perempuan. Teman-temannya tidak terlalu tertarik.

"Mimpi saya adalah perempuan Maroko belajar cara menghentikan pelecehan seksual," tandasnya.

"Ketika seseorang melecehkannya, saya bermimpi perempuan menampar wajahnya."

Dia bermaksud menghadiri kursus bela diri, tetapi ternyata dia harus mendapatkan izin pemerintah dan permintaannya tidak diperhatikan.

Mo malahan dihadapkan kepada pelecehnya langsung, satu per satu. "Ketika salah satunya berusaha menyentuh saya," katanya.

"Saya meneriakinya. Saya katakan, "Mengapa Anda melakukan ini? Mereka tidak memahaminya. Saya tidak pernah mendapatkan reaksi positif."

Namun, Rancangan Undang-Undang Pelecehan Seksual saat ini sedang dibicarakan di parlemen Maroko.

Orang-orang yang terus-menerus melakukan pelecehan dapat dihukum penjara satu sampai enam bulan atau denda 250 dollar AS sampai 1.200 dollar AS atau Rp 3 juta sampai Rp 15 juta.

Hal itu memang terkesan positif, namun apakah ada hal yang disembunyikan?

"Kami memandang ini adalah sebuah RUU yang buruk," kata Stephanie Willman Bordat, warga Amerika Serikat yang menekuni hak perempuan di sana selama 21 tahun.

Kantornya di Rabat adalah tempat perlindungan dari godaan dan tawaran menikah.

"Ini sebenarnya hanya perubahan kecil dari hukum pidana yang ada," katanya.

"Masalah utamanya adalah perempuan tidak melapor, polisi tidak menyelidiki, dan jaksa tidak menuntut."

Dia kemudian mengirim e-mail tentang sebuah cerita dari tahun 2015 yang menjelaskan mengapa perempuan tidak memercayai sistem yang ada.

Setelah dilecehkan sekelompok pria di Inezgane, Maroko barat daya, dua orang perempuan berlindung di sebuah toko di dekatnya saat mereka menunggu kedatangan polisi.

Ketika petugas datang, mereka malahan ditahan, bukannya dilindungi karena pakaian mereka "terlalu pendek".

Namun, pelecehan di jalan bukan hanya membuat perempuan bungkam karena merasa diserang.

Di Maroko, hal ini juga membatasi kebebasan mereka, kebebasan mendapatkan pendidikan, bekerja, merasa aman di rumah mereka.

Perubahan sikap memerlukan puluhan tahun. Dalam jangka pendek, perubahan hukum pelecehan seksual menyampaikan pesan yang jelas, apa yang dapat diterima dan tidak. Tentang siapa yang dapat dihukum dan tidak.

Tidak semua perempuan di Maroko memiliki energi untuk melawan pelecehan. Sebagian berusaha hidup dengan menghindari pertentangan.

Berjalan-jalan di benteng kota tua Rabat, seorang perempuan yang menjadi pengusaha, Gitana, menceritakan bagaimana dia menghindari komentar pria dan usaha mereka menyentuhnya dengan selalu menggunakan kendaraan.

Memang benar, sungguh tidak mudah menjadi seorang perempuan Maroko.
SHARE ARTIKEL