10 Jurus Penangkal Sihir, Dengki dan Sihir Ain (1)

Penulis Penulis | Ditayangkan 22 Aug 2016
SEKILAS TENTANG HAKIKAT SIHIR

Secara etimologis, sihir artinya sesuatu yang tersembunyi dan sangat halus penyebabnya. Sedangkan menurut istilah syariat, Abu Muhammad Al Maqdisi menjelaskan, sihir adalah azimat-azimat, mantra-mantra atau pun buhul-buhul yang bisa memberi pengaruh terhadap hati sekaligus jasad, bisa menyebabkan seseorang menjadi sakit, terbunuh, atau pun memisahkan seorang suami dari istrinya.

10 Jurus Penangkal Sihir, Dengki dan Sihir Ain (1)

Jadi sihir benar-benar ada, memiliki pengaruh dan hakikat yang bisa mencelakakan seseorang dengan taqdir Allah yang bersifat kauni . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَاهُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ

“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang bisa mereka gunakan untuk menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka (ahli sihir) itu tidak dapat memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah” [Al Baqarah : 102].

Al Imam Al Hafizh Ibnul Qayyim berkata selepas menjelaskan tentang hasad, sihir,dan ‘ain: “Kejahatan orang yang hasad terhadap yang dihasadi dapat ditolak dengan 10 cara, diantaranya:


  1. Berlindung Kepada Allah Dari Kejahatannya
  2. Bertakwa Kepada Allah
  3. Bersabar Atas Musuhnya
  4. Bertawakkal Kepada Allah
  5. Mengosongkan Hati Dengan Tidak Memikirkannya
  6. Bertaqarrub Dan Mengikhlaskan Diri Untuk Allah
  7. Memurnikan Taubat Untuk Allah
  8. Bersedekah Dan Berbuat Kebajikan Semampunya
  9. Memadamkan Kedengkian Permusuhan Dan Gangguan Orang Dengan Berbuat Baik Kepadanya
  10. Memurnikan Tauhid Untuk Allah


Berikut penjelasannya:

1. Berlindung Kepada Allah Dari Kejahatannya


قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ.مِن شَرِّ مَا خَلَقَ.وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ.وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.

“Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai waktu subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang si­hir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki" (QS. AlFalaq)

Meminta perlindungan kepada Allah سبحانه و تعالي ser­ta naungan dari-Nya merupakan inti daripada surat ini. Allah Ta'ala Maha Mendengar terha­dap bisikan hamba yang berlindung kepada-Nya, Ia Maha Mengetahui atas apa yang daripadanya si hamba berlindung kepada-Nya.

Maksud dari kata 'mendengar' di sini ialah mendengar sekaligus mengabulkan dan bukan sekedar mendengar. Sebagaimana sabda Nabi:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

"Allah mendengar (memperkenankan) doa orang yang memuji-Nya."

Demikian juga perkataan Al-Khalil (Ibrahim):

إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاء

"Sesungguhnya Tuhanku benar-benar mendengar (memperkenankan) doa" (QS. Ibrahim: 39)

 Jangan Lewatkan : Bacaan Surat yang Dibaca Rasulullah SAW Dalam Sholat Fardhu

Kadang kala Allah mengaitkan sifat men­dengar dengan sifat mengetahui dan kadang ka­la mengaitkannya dengan sifat melihat. Hal ini sesuai dengan tuntutan keadaan orang yang berlindung kepada-Nya. Tatkala seorang ham­ba minta perlindungan atas musuh yang dia ta­hu bahwa Allah melihatnya dan tahu akan kejahatan dan tipu dayanya, maka Allah mengabar­kan kepada hamba tersebut bahwa Ia mende­ngar permintaannya - yakni memperkenankan­nya — dan Ia tahu akan tipu daya musuhnya, Ia melihat dan mengawasinya, sehingga besarlah harapan si hamba akan perlindungan Allah dan hatinya pun tergerak untuk bermunajat kepa­da-Nya.

Cobalah anda renungkan kecermatan bahasa Al-Qur'an ketika menyinggung tentang bagai­mana meminta perlindungan dari syaithan yang kita yakini keberadaannya namun tidak kita lihat wujudnya, dengan menggunakan lafazh: السََّمِيعُ العَلِيم yang berarti: 'Yang Maha Mende­ngar lagi Maha Mengetahui', sebagaimana yang terdapat dalam surat Al A'raf dan As Sajdah.

Namun ketika menyinggung tentang bagai­mana meminta perlindungan dari kejahatan ma­nusia yang terlihat dengan mata, ia mengguna­kan lafazh: السََّمِيعُ البَصِيرُ yang berarti: 'Yang Ma­ha Mendengar lagi Maha Melihat', sebagaimana dalam surat Al Mu'min (Ghafir). Allah ber­firman:

إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَّا هُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

"Sesungguhnya orang-orang yang memperdebat­kan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Ghafir:56).

Hal ini karena perbuatan manusia adalah perbuatan yang kasat mata, sedangkan ganggu­an syaithan merupakan angan-angan dan bisi­kan yang dicampakkan ke dalam hati manusia, dan ini berkaitan dengan sifat 'mengetahui'. Maka dalam hal ini Allah memerintahkan un­tuk meminta perlindungan kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Ada­pun untuk sesuatu yang kasat mata dan dapat dengan penglihatan. Allah perintahkan untuk meminta perlindungan kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wallahu a'lam

2. Bertakwa Kepada Allah

Yaitu dengan menjaga perintah Allah dan menghindari larangan-Nya. Karena barang-siapa bertakwa kepada Allah, maka Allah sen­dirilah yang akan menjadi penjaga dan pelin­dungnya, dan Ia tidak akan menyerahkannya kepada selain-Nya.

Allah berfirman:

وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئاً

"Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemu-dharatan bagimu." (QS. Ali Imran: 120)

Nabi صلي الله عليه وسلم berkata kepada Abdullah bin Abbas :

"Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Ja­galah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya dihadapanmu."

Maka barangsiapa menjaga (perintah dan la­rangan) Allah, maka Allah akan menjaganya dan ia akan mendapati Allah dihadapannya ke mana saja ia menghadap. Jika Allah telah men­jadi pelindung dan penjaganya maka siapa lagi yang ia takuti dan ia cemaskan...?!

3. Bersabar Atas Musuhnya


Yaitu dengan berusaha untuk tidak mela­wan atau mengeluhkannya, bahkan tidak terbe­tik sedikitpun di hatinya untuk berusaha mengu­sik musuhnya ini. Karena ia tak akan dapat me­ngalahkan musuh dan orang yang hasad ke­padanya dengan senjata yang lebih ampuh dari pada kesabaran dan tawakkal kepada Allah. Janganlah ia menganggap lama dan besar akan kezhaliman musuhnya, karena setiap kali si mu­suh menzaliminya, kezhaliman tersebut akan menjadi pasukan dan kekuatan bagi orang yang dizalimi yang dengannya orang yang zalim ter­sebut memerangi dirinya sendiri tanpa ia sada­ri. Kezhalimannya ibarat anak panah yang ia lemparkan menuju dirinya sendiri. Seandainya hal ini dapat dilihat oleh orang yang dizalimi itu niscaya ia akan senang dengan kezhaliman ter­sebut. Akan tetapi karena lemahnya penglihat­annya, ia tidak melihat kecuali eksistensi dari kezhaliman tersebut, tanpa mampu melihat akibat dan hasil akhirnya.

Padahal Allah berfirman:

وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنصُرَنَّهُ اللَّهُ

"Dan barangsiapa membalas dengan setimpal penganiayaan yang pernah ia terima kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya" (QS. Al Hajj: 60)

Bila Allah telah menjamin pertolongan atas­nya padahal ia pernah membalas sebelumnya, maka bagaimana halnya dengan orang yang di­aniaya namun sabar dan tidak membalas sedikitpun...?? Padahal tidak ada dosa yang le­bih disegerakan balasannya dari pada dosa ke-zhaliman dan memutuskan tali silaturahmi.

Sudah menjadi sunnatullah (ketetapan Allah) bahwa jikalau ada sebuah gunung yang berla­ku zhalim terhadap gunung yang lain maka Allah akan menjadikannya hancur berkeping-keping.

4. Bertawakkal Kepada Allah

Barangsiapa bertawakkal kepada Allah nis­caya Allah akan mencukupi kebutuhannya. Ta-wakkal merupakan cara paling ampuh bagi se­seorang untuk menolak apa-apa yang tak mam­pu ditolaknya, seperti penganiayaan, kezhaliman dan permusuhan. Tawakkal merupakan cara terampuh untuk itu karena Allah akan mencu­kupinya, dan barangsiapa yang Allah telah mencukupi dan menjadi penjaganya maka tak ada lagi musuh yang berselera kepadanya.

Orang tersebut tidak akan mendapat gang­guan sedikitpun dari musuhnya kecuali berupa gangguan yang tidak bisa tidak dia harus me­rasakannya, seperti kepanasan, kedinginan, ke­laparan dan dahaga. Adapun gangguan-gang­guan yang dapat menghantarkan orang tersebut kepada keadaan yang diinginkan musuhnya maka hal tersebut tak akan pernah terjadi.

Adalah berbeda antara gangguan yang se­cara zhahir merupakan gangguan namun haki­katnya merupakan kebaikan atas orang yang diganggu dan penganiayaan atas diri sendiri, dengan gangguan yang betul-betul dapat mele­gakan hati si pengganggu tersebut.

Sebagian salaf mengatakan: "Allah telah menjadikan bagi setiap perbuatan balasan yang setimpal dari jenisnya, dan Ia menjadikan ba­lasannya tawakkal berupa kecukupan dari-Nya atas orang yang bertawakkal tersebut."

Allah berfirman:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. Ath Thalaq: 3)

Allah tidak mengatakan: "...niscaya Kami akan memberinya pahala ini dan itu,.." sebagai­mana yang Dia sebutkan untuk amal shalih lain­nya, namun Ia menjadikan diri-Nya sendiri yang akan mencukupi hamba-Nya yang berta­wakkal tersebut... Ia sendiri yang akan menjaga dan melindunginya.

Seandainya seorang hamba bertawakkal ke­pada Allah dengan tawakkal yang sebenar-be­narnya lalu langit dan bumi beserta penghu­ninya bersatu untuk membuat makar atasnya niscaya Allah akan menjadikan jalan keluar baginya, mencukupi dan menolongnya.

Mengenai hakikat tawakkal, faedah dan man­faatnya yang besar, serta betapa besarnya hajat seorang hamba akan tawakkal telah kami jelas­kan dalam kitab Al Fathul Qudsy. Di sana kami jelaskan tentang rusaknya pendapat orang yang menjadikan tawakkal termasuk dalam 'maqaamat’1yang tidak berdasar itu, dan bahwasanya ia merupakan maqam (tingkatan)nya orang awam. Pendapat tersebut telah kami bantah dari berbagai segi dan telah kami jelaskan bah­wa tawakkal merupakan maqam paling mulia yang dicapai oleh orang-orang arif. Makin ting­gi maqam seorang hamba semakin besar pula hajatnya kepada tawakkal, dan tawakkal se­seorang sebanding dengan kadar keimanannya.

Adapun di sini kami hanya bermaksud men­jelaskan cara-cara untuk menolak kejahatan orang yang hasad (dengki), bahaya sihir dan sihir 'ain.

1). Salah satu istilah kaum sufi yang maknanya: tingkatan-tingkatan tertentu yang dapat diraih seorang sufi setahap demi setahap hingga akhirnya ia dapat beribadah tanpa terikat dengan syariat -pent)

Baca Selengkapnya : 10 Jurus Penangkal Sihir, Dengki dan Sihir Ain (2)
SHARE ARTIKEL