Syiah: Niyahah, Berpakaian Hitam, Melukai Diri di Hari Asyura Termasuk Ibadah

Penulis Penulis | Ditayangkan 22 Jul 2016
Syiah: Niyahah, Berpakaian Hitam, Melukai Diri di Hari Asyura Termasuk Ibadah

Syiah menganggap bahwa melukai diri, melakukan niyahah, berpakaian hitam, adalah suatu ibadah mulia. Itulah yang didapati pada mereka di hari Asyura (10 Muharram).

Syiah Menganggap itu Sebagai Ibadah
Dalam kitab Syiah sendiri disebutkan,

إن اللطم والتطبير ولبس السواد في عاشوراء والنياحة من أعظم القربات للحسين بل هذه الأفعال من الأعمال الممدوحة

“Sesungguhnya menampar, memainkan pisau ke badan, dan mengenakan pakaian hitam di hari Asyura, juga bentuk niyahah bersedih hati saat itu merupakan di antara bentuk ibadah –pendekatan diri- dalam rangka mengenang Husain. Bahkan amalan seperti ini termasuk amalan terpuji.” (Lihat: Fatawa Muhammad Kasyif Al Ghitho war Ruhaani wat Tibriziy wa Ghoirihim min Maroji’il Imamiyah)

Syiah Kecewa atas Pembunuhan di Hari Asyura
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

“Setiap muslim seharusnya bersedih atas terbunuhnya Husain radhiyallahu ‘anhu karena ia adalah sayyid-nya (penghulunya) kaum muslimin, ulamanya para sahabat dan anak dari putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Fathimah yang merupakan puteri terbaik beliau. Husain adalah seorang ahli ibadah, pemberani dan orang yang murah hati. Akan tetapi kesedihan yang ada janganlah dipertontokan seperti yang dilakukan oleh Syi’ah dengan tidak sabar dan bersedih yang semata-mata dibuat-buat dan dengan tujuan riya’ (cari pujian, tidak ikhlas). Padahal ‘Ali bin Abi Tholib lebih utama dari Husain. ‘Ali pun mati terbunuh, namun ia tidak diperlakukan dengan dibuatkan ma’tam (hari duka) sebagaimana hari kematian Husain. ‘Ali terbenuh pada hari Jum’at ketika akan pergi shalat Shubuh pada hari ke-17 Ramadhan tahun 40 H.

Begitu pula ‘Utsman, ia lebih utama daripada ‘Ali bin Abi Tholib menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah. ‘Utsman terbunuh ketika ia dikepung di rumahnya pada hari tasyriq dari bulan Dzulhijjah pada tahun 36 H. Walaupun demikian, kematian ‘Utsman tidak dijadikan ma’tam (hari duka). Begitu pula ‘Umar bin Al Khottob, ia lebih utama daripada ‘Utsman dan ‘Ali. Ia mati terbunuh ketika ia sedang shalat Shubuh di mihrab ketika sedang membaca Al Qur’an. Namun, tidak ada yang mengenang hari kematian beliau dengan ma’tam (hari duka). Begitu pula Abu Bakar Ash Shiddiq, ia lebih utama daripada ‘Umar. Kematiannya tidaklah dijadikan ma’tam (hari duka).

Lebih daripada itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau adalah sayyid (penghulu) cucu Adam di dunia dan akhirat. Allah telah mencabut nyawa beliau sebagaimana para nabi sebelumnya juga mati. Namun tidak ada pun yang menjadikan hari kematian beliau sebagai ma’tam (hari kesedihan). Kematian beliau tidaklah pernah dirayakan sebagaimana yang dirayakan pada kematin Husain seperti yang dilakukan oleh Rafidhah (baca: Syi’ah) yang jahil. Yang terbaik diucapkan ketika terjadi musibah semacam ini adalah sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali bin Al Husain, dari kakeknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda,

ما من مسلم يصاب بمصيبة فيتذكرها وإن تقادم عهدها فيحدث لها استرجاعا إلا أعطاه الله من الأجر مثل يوم أصيب بها

“Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah, lalu ia mengenangnya dan mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa inna ilaihi rooji’un) melainkan Allah akan memberinya pahala semisal hari ia tertimpa musibah” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Demikian nukilan dari Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah, 8: 221.

Hadits berikut pun menjelaskan bahwa yang dilakukan orang Syiah di hari Asyura termasuk kesesatan. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّة

“Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar pipi (wajah), merobek saku, dan melakukan amalan Jahiliyah.” (HR. Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103).

Niyahah yang Dilakukan Syiah
Niyahah adalah jika seseorang bersedih dan menangisi mayit serta menghitung-hitung berbagai kebaikannya. Ada yang mengartikan pula bahwa niyahah adalah menangis dengan suara keras dalam rangka meratapi kepergian mayit atau meratap karena di antara kemewahan dunia yang ia miliki lenyap. Niyahah adalah perbuatan terlarang. Demikian penjelasan penulis ‘Aunul Ma’bud ketika menjelaskan maksud niyahah. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 8: 277.

Niyahah termasuk larangan bahkan dosa besar karena diancam dengan hukuman (siksaan) di akhirat kelak. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

« أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ ». وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

“Empat hal yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah yang susah untuk ditinggalkan: (1) membangga-banggakan kebesaran leluhur, (2) mencela keturunan, (3) mengaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan (4) meratapi mayit (niyahah)”. Lalu beliau bersabda, “Orang yang melakukan niyahah bila mati sebelum ia bertaubat, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal” (HR. Muslim no. 934).

Ulama besar Syafi’i, Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Mengenai orang yang melakukan niyahah lantas tidak bertaubat sampai mati dan disebutkan sampai akhir hadits, menunjukkan bahwa haramnya perbuatan niyahah dan hal ini telah disepakati. Hadits ini menunjukkan diterimanya taubat jika taubat tersebut dilakukan sebelum mati (nyawa di kerongkongan).” (Syarh Muslim, 6: 235)

Silakan ditimbang-timbang dari penjelasan di atas, apakah kelakukan Syiah di hari Asyura dengan menampar pipi, melukai diri, teriak-teriak sedih suatu kebaikan?

Hanya Allah yang menganugerahkan hidayah.

SHARE ARTIKEL